Senin, 22 April 2013

Serial Rainy - Strawberryku

Hallo semua! ini kelanjutan dari serial rainy yang selanjutnya :D silahkan membaca!


Strawberryku
          Rain seperti biasa, memandangi indahnya butiran hujan. Entah mengapa dia selalu terkagum-kagum. “Hey Ra, kenapa bengong mulu sih? Mikirin aku ya?” suara Brian membuat Rain sedikit terjingkat. “Ah kau ini Bri pede banget. Kan aku suka hujan, mereka itu indah Bri.” Namun Brian tak sependapat dengannya, Brian selalu benci hujan. Karena hujan dia harus terkurung dalam suatu suasana, Brian benci bila rencananya batal dan apalagi itu karena hujan. Mereka berbeda, Rain sangat menyukai hujan, sedangkan Brian sangat membencinya.
          Bel pulang berdering nyaring. Rain langsung mengambil barangnya yang berada di meja. “Kamu pulang sekarang?” Alex muncul begitu saja tanpa ada tanda-tanda. “Iya, kenapa Lex? Kamu nggak pulang?” jawab Rain sambil membereskan tasnya. Alex malah mengacak-ngacak rambut Rain, itu salah satu hal yang tidak disukai Rain. Mereka bercanda hingga terbahak-bahak, Brian melihat mereka dari kejauhan. Ada sorot kecemburuan di situ. Namun Brian tak pernah mengungkapkannya, ia memilih untuk tidak masuk ke dalam kelas terlebih dahulu.
          “Bri, aku pulang duluan ya. Aku udah dijemput, maaf nggak bisa liat kamu latihan futsal.” Muka Rain yang begitu manis membuat Brian tidak bisa berkata tidak walaupun dia sedikit kecewa. “Iya, nggak apa-apa kok sayang, hati-hati ya.” Jawab Brian sambil mengusap kepala Rain. Mereka sudah berjalan sekitar 1 bulan lebih. Masih manis, dan belum ada pertengkaran yang berarti. Dunia terasa milik mereka berdua. Begitu indah, begitu nyaman, dan damai. Jauh dari kata perpecahan.
          Alex menghadang Rain di depan pintu, Brian lebih memilih tidak melihat mereka. Karena ia tahu, ia tidak ada bandingannya dengan Alex. Alex lebih mengenal Rain daripada dirinya, Alex selalu tahu ini itu tentang Rain, sedangkan dia? Tidak ada dari setengahnya.
          Alex menawarkan diri untuk mengantar Rain ke depan gerbang sekolah, Rain hanya tersenyum. Alex langsung menarik tangan Rain ke dalam genggamannya. Seolah Rain hanya miliknya, bukan milik Brian. Dan Rain tidak bisa menolaknya, karena ia tahu, mengacuhkan Alex sama saja memulai pertengkaran. “Aku pulang dulu ya Lex.” Seraya memasuki mobil. Alex melambaikan tangannya dan kembali ke dalam sekolah.
          Rain terlalu lelah dengan kegiatan hari ini, ia ingin tidur walaupun hanya sebentar. Dia tahu dia tidak boleh terlalu lelah, karena itu akan berpengaruh buruk pada kerja jantungnya. Dia meraih iPod hitam kesayangannya, ia pasang headset ke kepalanya. Alunan lagu milik Paramore memenuhi kepalanya. Hingga akhirnya ia tertidur.
Think of me when you're out when you're out there
I'll beg you nice from my knees
When the world treats you way too fairly
It's a shame I'm a dream
          Sore ini dihabiskan Rain untuk mengerjakan tugas sekolah. Kring. Kring. Ponselnya berdering, seulas senyum langsung mengembang di raut wajahnya. “Iya Bri? Kenapa?” dia tahu betul siapa yang menelponnya. “Nggak apa-apa Ra, aku kangen aja sama kamu hehehe.” Rain terkekeh. “Ah kamu ini, gombal aja tiap hari. Udah ngerjain tugas Pak Fikri? Besok dikumpulin lo ya, jangan lupa.” Ini yang disukai Brian, omelan Rain yang selalu membicarakan tentang tugas sekolah.  Karena Brian sering tidak mengerjakan tugas karena lupa dan ditambah lagi malas. Selang beberapa menit mereka berbicara melalui ponsel. Percakapan itu harus diakhiri karena Rain sudah mengantuk. Brian pun juga ikut-ikutan mengantuk padahal sama sekali tidak.
          Hari-hari selanjutnya mereka baik-baik saja. Semuanya berjalan dengan indah. Belum ada luka di antara mereka. Masih seperti di dalam surga. Keduanya masih bahagia, saling menjaga dan mencintai. Hingga suatu hari Rain merasakan ada suatu kejanggalan dengan sikap Brian yang berubah, tidak seperti biasanya.
          Brian berubah menjadi orang yang tidak dikenali Rain lagi. Dia dingin, cuek, dan jarang menghubungi Rain. Rain selalu bertanya kepadanya, namun jawabannya tetap sama. Katanya tidak ada apa-apa, padahal jelas ada apa-apa! Setiap sore Rain menangis dihadapan Alex. Alex sungguh sedih karena melihat sahabat yang tercinta sedang sakit hati. “Aku kan pernah bilang Ra, kamu pasti sakit hati lagi. Ya kan?” Alex menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu. “Tapi Lex, aku sayang sama dia. Apa sih yang bikin dia kayak gitu? Aku salah apa Lex?” tangisan Rain semakin menjadi. Alex mencoba menghiburnya dengan mengajak Rain membeli coklat dan es krim.
Namun itu semua tetap saja gagal. Rain lebih memilih untuk tetap menangis. Alex langsung memasangkan headset ke telinga Rain. Dikeraskan volume iPodnya. Lagu “Silent Scream” milik IKMH memenuhi kepala Rain. Rain diam lalu menatap Alex, balasannya Alex hanya tersenyum dan mengusap rambut Rain dengan lembut, bagaikan mereka saling memahami tanpa perlu berucap.
Don’t you cry don’t you scream
I will always on your side
          Rain memandangi Brian dari jauh, sedari tadi tidak ada hal lain yang dilakukannya. Rain tidak ingin berbicara dengan Brian, namun dia sangat merindukannya. Terlalu sesak menahan rindu seperti ini. Brian sudah sangat jarang menghubungi Rain. Tetapi mereka belum berakhir, sama sekali belum. “Entah mana yang lebih sakit, ditinggalin kamu atau kamu gantungin Bri.” Ucap Rain dalam hati. Rain melewati hari-harinya dengan kepalsuan. Ia selalu tersenyum di depan semua orang, padahal hatinya jelas tak ingin tersenyum sedikitpun.
          Kepala Rain terlalu berat, ia menyandarkan kepalanya di sofa kamarnya. Ia sungguh tidak tahu harus bagaimana lagi. Akhirnya ia mengambil ponselnya dan mengetik pesan untuk Brian. “Bri, kamu kenapa sih jadi kayak gini? Jujur aja aku nggak apa-apa. Aku pasti rubah itu semua kok. Asal kamu jangan kayak gini sama aku. Aku nggak tahan Bri.” Rain mendesah pelan. Dia menunggu balasan Brian dengan sabar. Kringg. Segera ponselnya ia raih, ia baca, “Aku cemburu kamu deket sama Alex. Iya sih sahabat, tapi juga nggak kayak gitu dong. Aku ini cowokmu Ra!” seketika badan Rain kembali lemas.
          Memangnya salah bersahabat dengan lelaki? Memangnya salah dekat dengan sahabat? Memangnya salah bercanda dengan orang yang dari dulu mengenal kita? AH! Rain melempar ponselnya ke ujung tempat tidur. Haruskah ia menjauhi Alex agar Brian berubah? Haruskah ia berpura-pura tak kenal Alex untuk membuat Brian kembali seperti dulu? Haruskah mengorbankan sahabat? Entahlah. Rain sangat pusing. Ia ingin tidur. Ia ingin menceritakan semuanya kepada Alex. Tapi bukankah hal itu akan mengundang kemarahannya saja? Ah sudahlah biarkan saja dulu seperti ini. “Don’t Want An Ending” milik Sam Tsui memenuhi sudut ruangan kamarnya. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah bermimpi, bermimpi bahwa ini semua bukanlah sebuah kenyataan.
I don't wanna fall out
But we're all out of time
(Is this over?)
(Don't want an ending)
          “Ra, kamu kenapa? Kamu nangis ya? Matamu bengkak banget ya Tuhan Ra! Kamu kenapa? Cerita sini sama aku.” Pagi ini Rain sudah ditodong begitu banyak pertanyaan Alex. “Maaf Lex, lagi nggak pengen cerita. Maaf ya.” Benar, Rain saat ini sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun. “Iya deh, tapi inget ya. Aku itu strawberrymu. Kamu bisa panggil aku kapan aja kamu mau. Waktu kamu badmood atau lagi bahagia, rasa asam strawberrymu ini selalu menemani. Aku bakal ada buat kamu, kapanpun Ra.”

0 komentar:

Posting Komentar